BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu jenis
karya sastra di dalamnya banyak menggunakan majas dan bahasa yang
kelihatan asing terutama bagi seseorang yang tidak begitu
mengenal sastra. Puisi bersifat komplek karena merupakan susunan keseluruhan
yang utuh yang bagian-bagian dan unsur-unsurnya saling berkaitan erat dan
saling menentukan makna. Di dalam isi sebuah puisi mengandung beberapa makna,
dan bagi pembaca yang satu dengan pembaca yang lain akan berbeda dalam memaknai
sebuah puisi.
Oleh karena itu disini kami akan
memahami makna puisi dengan cara menganalisis isi dari sebuah puisi.
Menganalisis puisi merupakan usaha menangkap dan memberi makna kepada isi
puisi, hal ini mengingat bahwa karya sastra puisi ini merupakan system tanda
yang mempunyai makna yang mempergunakan media bahasa sebagai media pengantar
isi nya.
Untuk menganalisis puisi, disini
kami akan menganalisis puisi berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya dari puisi
yang berjudul “Berkunjung dari bibir ke bibir”, kami memilih puisi tersebut
karena menurut kami di dalam isi puisi ini mengandung banyak makna yang harus
dikaji.
Semoga dengan selesainya makalah
ini, akan bermanfaat bagi kami dan khususnya bagi pembaca, untuk lebih memahami
tentang analisis sebuah puisi. Kami menyadari setiap manusia tidak ada yang
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penting untuk
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Landasan Teoristis
a.
Jelaskan pengertian menggunjing?
b.
Apa akibat dari menggunjing?
2.
Pembahasan
a.
Bagaimana analis dari puisi “Berkunjung dari bibir ke
bibir”?
C. Tujuan
1.
Landasan teoristis
a.
Untuk mengetahui pengertian menggunjing.
b.
Untuk mengetahui akibat-akibat dari menggunjing.
2.
Pembahasan
a.
Untuk menganalisis unsur-unsur instrinsik yang terdapat
dalam puisi “Berkunjung dari bibir ke bibir”
D. Kegunaan
1. Bagi penyusun
a.
Dapat lebih memahami makna dari sebuah puisi, khususnya
dalam puisi yang berjudul “Berkunjung dari bibir ke bibir”
b.
Dapat menerapkan nilai dan makna yang terkandung dalam puisi
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi pembaca
a.
Dapat menambah ilmu tentang analisis suatu puisi
b.
Dapat dijadikan suatu referensi untuk penulisan karya-karya
yang lain.
E. Prosedur
1.
Mencari dan menentukan puisi yang akan dianalisis.
2.
Menentukan tema dari puisi “Berkunjung dari bibir ke bibir”.
3.
Mengkaji landasan teoristis dari puisi “Berkunjung dari
bibir ke bibir”.
4.
Menentukan unsur-unsur instrinsik dalam puisi “Berkunjung
dari bibir ke bibir”
5.
Menganalisis puisi “Berkunjung dari bibir ke bibir” dari
segi unsur-unsur instrinsiknya.
6.
Menyimpulkan hasil keseluruhan dari analisis puisi
“Berkunjung dari bibir ke bibir”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kajian Teori
1. Pengertian menggunjing
Menggunjing adalah menyebutkan
sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka . Baik
dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk
lahiriyahnya dan sebagainya.Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan
membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang
dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok. Dalam kitab Al-Qur’an sebagai
berikut:Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al Hujuraat : 11).
Ada 6
(enam) perkara yang tidak mengharamkan bergunjing yaitu :
1. Dalam
rangka kezaliman agar supaya dapat dibela oleh seseorang yang mampu
menghilangkan kezaliman itu.
2. Jika
dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut
kejelekan seseorang kepada Penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
3. Di
dalam Mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada Mufti
atau Hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang Penguasa yang (sebenarnya)
mampu mengadakan tindakan perbaikan.
4.
Memberi peringatan kepada kaum muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya
yang mungkin akan mengenai seseorang, misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil,
atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon
pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya atau mempunyai
penyakit yang menular.
5. Bila
orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum.
2. Akibat Menggunjing
Menggunjing
Menyebarkan Kebencian
Menggunjing
hukumnya haram dan termasuk berdosa besar, baik aib yang digunjingkan itu benar-benar
ada pada diri seseorang maupun tidak ada. Hal ini berdasarkan ketetapan dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ketika beliau ditanya tentang
menggunjing beliau bersabda,
“Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak suka (bila hal itu dibicarakan).”
Ada yang bertanya, “Bagaimana bila yang aku katakan itu memang benar ada pada saudaraku?” Beluau menjawab,
“Jika memang benar bahwa yang kau katakan itu ada padanya, berarti engkau telah menggunjingnya, dan jika itu tidak ada padanya, berarti engkau telah berdusta tentangnya (fitnah pen.).”
Diriwayatkan pula dari beliau, bahwa pada malam Isra’ beliau melihat suatu kaum dengan kuku-kuku yang terbuat dari kuningan, mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka dengan kuku-kuku tersebut, lalu beliau menanyakan tentang mereka, kemudian dijawab bahwa mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan merusak kehormatan sesama manusia. Allah telah berfirman,
“Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak suka (bila hal itu dibicarakan).”
Ada yang bertanya, “Bagaimana bila yang aku katakan itu memang benar ada pada saudaraku?” Beluau menjawab,
“Jika memang benar bahwa yang kau katakan itu ada padanya, berarti engkau telah menggunjingnya, dan jika itu tidak ada padanya, berarti engkau telah berdusta tentangnya (fitnah pen.).”
Diriwayatkan pula dari beliau, bahwa pada malam Isra’ beliau melihat suatu kaum dengan kuku-kuku yang terbuat dari kuningan, mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka dengan kuku-kuku tersebut, lalu beliau menanyakan tentang mereka, kemudian dijawab bahwa mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan merusak kehormatan sesama manusia. Allah telah berfirman,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمُُ وَلاَتَجَسَّسُوا وَلاَيَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ
اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Maka setiap muslim dan muslimah hendaknya waspada terhadap gunjingan dan saling menasihati untuk meninggalkannya. Hal ini sebagai bentuk ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Lain dari itu hendaknya pula berambisi untuk menutupi aib saudaranya sesama muslim dan tidak menyingkapkan aib mereka, karena gunjingan itu termasuk faktor kebencian, permusuhan, dan perpecahan masyarakat. Semoga Allah menunjukkan kaum muslimin kepada kebaikan.
Maka setiap muslim dan muslimah hendaknya waspada terhadap gunjingan dan saling menasihati untuk meninggalkannya. Hal ini sebagai bentuk ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Lain dari itu hendaknya pula berambisi untuk menutupi aib saudaranya sesama muslim dan tidak menyingkapkan aib mereka, karena gunjingan itu termasuk faktor kebencian, permusuhan, dan perpecahan masyarakat. Semoga Allah menunjukkan kaum muslimin kepada kebaikan.
B.
Pembahasan
“BERKUNJUNG
DARI BIBIR KE BIBIR”
Cup cik cek…….Cup cik
cek……….Cup cik cek………
Cup cik cek…….Cup cik
cek……….Cup cik cek………
Itulah suara yang keluar
dari bibirnya
Berita acara pun
dimulai
Kau ta’ lelah berjalan
membawa sebongkah kata
Kau letakkan setiap
isinya di halaman pemiliknya
Berisi madu dan tinta
Kau suguhkan aib-aib
insan
Kau buka lebar-lebar
Kemudian bibir yang
lain menjawab :
Benar….Benar…..Benar
itu…..!!!
Sedang mereka ta’ tahu
Suara hatimu saja
bagaikan campuran nanah dan darah
Yang siap keluar dari
kerongkonganmu
Analisis
Teori Menggunakan Teori Structural
1.
Sruktur Batin
a. Tema merupakan pokok yang
dikemukakan oleh penyair . ungkapan tersebut menindikasikan bahwa tema
merupakan pokok pikiran dari sebuah puisi, sebuah puisi pasti memiliki sebuah
tema ( umumnya satu ) yang melingkupi keseluruhan puisi oleh sebab itu dalam
menafsirkan tema dalam puisi, puisi tersebut harus ditafsirkan secara utuh,
tema didalam puisi “ Berkunjung dari bibir ke bibir “ yaitu tema social karena
menceritakan kehidupan social penyair yang mengungapkan tentang mengunjung.
b. Perasaan adalah suasana
hati penyair yang ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Di
dalam puisi tersebut perasaan sang penyair sangat gembira dalam menyampaikan
isu ke orang lain. Dan tidak memerdulikan perasaan orang yang digunjing.
c. Nada dan suasana, nada adalah
sikap penyair dalam menyampaikan puisi terhadap pembaca. Nada di dalam puisi
tersebut menurut penulis adalah semangat menggebu-gebu. Suasana adalah
keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi akibat psikologis yang ditimbulkan
puisi terhadap pembaca. Pada puisi tersebut, penyair memberikan kepada pembaca
tentang suasana yang sangat kuat dan tidak memikirkan perasaan yang membuat
orang sakit hati.
d. Amanat adalah pesan yang
ingin disampaikan pengarang dalam puisinya. Dalam puisi tersebut, amanatnya
adalah larangan untuk saling menggunjing.
2.
Struktur Lahir (Metode Puisi)
a. Diksi (pemilihan kata)
Dalam memilih kata-kata
yang ditulis harus mempertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan
irama, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Pada puisi tersebut,
pemilihan katanya tidak mudah dimengerti maknanya dan tidak beraturan, artinya
kurang sesuai dengan struktur kata pada umumnya.
Misalnya : kata ta’
yang seharusnya tak.
b. Pencitraan (pengimajian)
Pencitraan (pengimajian)
adalah susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Misalnya : Cup
cik cek…….Cup cik cek……….Cup cik cek……… (imaji auditif/ pendengaran)
c. Kata konkret
Untuk membangkitkan
imaji atau daya bayang, maka kata-kata
harus diperkongkret. Maksudnya ialah mengarah kepada arti yang jelas.
d. Rima dan Ritma
Rima adalah pengulangan
bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas. Sedangkan, ritma sangat
berhubungan dengan bunyi atau pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat.
e. Majas (gaya bahasa)
Majas (gaya bahasa)
adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh
efek-efek tertentu. adalah :
1. Eufimisme :
pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata
lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Misal : Suara hatimu saja
bagaikan campuran nanah dan darah
2. Personifikasi
: pengungkapan dengan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan
manusia.
Misal : BERKUNJUNG DARI BIBIR KE BIBIR
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisis puisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa puisi ini berisikan tentang larangan untuk saling
menggunjing, agar tidak menimbulkan orang lain sakit hati .
B. Saran
Sebaiknya, analisis puisi tetap
dipertahankan, dengan maksud sebagai bentuk apresiasi terhadap hasil karya para
sastrawan.
DAFTAR PUSTAKA
www.id.wikipedia.org/wiki/majas
di posting pada 21 November 2012.
simungilberkreasi.blogspot.com/2012/10/analisis-puisi-kesabaran-karya-chairil.html
0 komentar:
Posting Komentar