Jumat, 05 Oktober 2012

Analisis SK-KD Fiqh


 1.      PENDAHULUAN
Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di madrasah adalah Fiqh.  Dengan adanya materi fiqh ini, diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
 2.      ANALISIS MATERI FIQIH MI
Berdasarkan 22 Standar Kompetensi (SK) dan 52 Kompetensi Dasar (KD) di dalam Standar Isi di atas dapat dianalisis bahwa dari SK tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas materinya adalah tergolong fiqih “praktis”. Maksudnya adalah materi fiqih yang diajarkan memprioritaskan fiqih yang dekat terhadap pengalaman nyata siswa dan siap diamalkan dalam keseharian (direct learning) mereka. Namun, pembahasan tentang ibadah, seperti shalat, seharusnya tidak hanya terbatas pada syarat, rukun, sunnah, dan batalnya. Melainkan juga menyinggung adab dan hikmah yang relevan agar siswa mampu mengenali bahkan menerapkan akhlak yang terpuji dan mengetahui manfaat dari ibadah.
Materi fiqih juga tidak hanya mencakup hal-hal yang pokok. Misalnya, yang dipelajari jangan hanya shalat fardhu. Melainkan juga harus mempelajari shalat sunnah dan puasa sunnah. Contoh lainnya yaitu, dalam materi tayammum, seharusnya dijelaskan bahwa tayammum tidak hanya dilakukan ketika tidak ada air. Tetapi, tayammum juga dilakukan oleh orang sakit parah.
Sementara itu, dalam perspektif psikologis, jika melihat substansi standar kompetensi dan kompetensi dasar dari SK dan KD untuk kelas III semester 2 dan kelas V semester 2, bisa diamati bahwa substansi materinya nampak tidak tepat untuk anak seusia mereka. Seperti materi puasa yang diberikan kepada anak kelas III semester 2. Dalam standar kompetensi disebutkan yakni: “Mengenal Puasa”, kemudian kompetensi dasarnya adalah pertama, “Menjelaskan ketentuan puasa Ramadhan”, dan kedua, “Menyebutkan hikmah puasa Ramadhan”. Kemudian, SK dan KD kelas V semester 2 juga, yakni “Mengenal tatacara ibadah haji”, dengan kompetensi dasarnya, yakni: pertama, “Menjelaskan tata cara ibadah haji”, dan kedua, “Mendemonstrasikan tata cara ibadah haji”.
Ketidaktepatan pemberian materi puasa untuk kelas III semester 2 didasari karena adanya ketidakcocokan antara materi itu dengan kehidupan nyata mereka, yang rata-rata baru berusia 9 tahun. Perlu diketahui bahwa untuk usia tersebut, karakter perkembangan agama mereka baru mampu memahami sebatas dari apa yang bisa dilakukannya. Sehingga ketika puasa pada usia itu belum menjadi kewajiban bagi diri mereka. Maka sebaiknya puasa akan lebih tepat diberikan pada kelas-kelas yang lebih tinggi, di mana anak sudah baligh, seperti kelas V atau kelas VI. Pada tingkatan ini anak bisa merasakan berkewajiban puasa.
Kemudian dalam SK dan KD fiqih MI kelas V semester 2, disebutkan bahwa standar kompetensi kedua, yakni: “Mengenal tatacara ibadah haji”, dengan kompetensi dasarnya, yakni: pertama, “Menjelaskan tata cara ibadah haji”, dan kedua, “Mendemonstrasikan tata cara ibadah haji”. Kompetensi dasar di atas, nampak adanya tumpang tindih yang hampir mirip dengan materi kelas II semester 2. Pada bagian materi fiqih kelas V semester 2 ini nampak sekali bahwa ada upaya untuk menanamkan kognitif dan motorik saja, tanpa memperhatikan pembentukan sikap pada sisi afektif. Hal ini dikarenakan, materi Haji ialah ibadah yang sebenarnya dilakukan bagi mereka yang sudah mampu. Di sini anak dibawa untuk memahami suatu materi yang jauh dari kehidupan ibadah yang sebenarnya. Proses pembelajaran langsung tidak terjadi pada hal ini.
Dengan demikian, fiqih MI sebaiknya menyajikan materi-materi sesuai dengan kehidupan nyata, yang dapat dialami oleh peserta didik. Sehingga kunci keberhasilan pembelajaran fiqih MI juga sangat ditentutakan oleh materi yang dipilihnya.
Sedangkan standar kompetensi yang nomor 2, untuk fiqih MI kelas III semester 2, yakni “Mengenal amalan-amalan di bulan Ramadhan”, memuat materi pada standar kompetensi maupun di kompetensi dasar sebagai penjabarannya tersebut, sudah bisa dinilai tepat untuk usia anak kelas III. Kemudian juga untuk fiqih MI kelas V semester 2 standar kompentensi pertama, yakni, “Mengenal ketentuan ibadah Qurban”, dengan kompetensi dasarnya, yakni: pertama, “Menjelaskan ketentuan Qurban,” dan kedua, “Mendemonstrasikan tata cara Qurban”. Pendapat kami tentang perayaan qurban sama seperti amalan-amalan bulan Ramadhan, yang merupakan amalan umum, semua anak pasti dan pernah mengikutinya, baik karena ajakan orang tua, tetangga, saudara, atau niat pribadi. Sebuah amalan yang menjadi tradisi. Maka materi ini tepat bagi anak MI kelas V, karena berkaitan dengan salah satu sifat yang penting dari perkembangan berpikir operasional konkrit, yakni sifat deduktif-hipotetis. Jadi, mengeksplorasi pengetahuan anak dengan memberikan rangsangan melalui materi yang relevan dengan konteks realitas yang ada pada dasarnya akan mengefektifkan proses pembelajaran fiqih itu sendiri.
Sementara itu, beberapa contoh dari kompetensi dasar di atas, yakni seperti, “Menjelaskan ketentuan puasa, Menyebutkan hikmah puasa, Menjelaskan ketentuan shalat tarawih dan witir, Melaksanakan tadarus, Menjelaskan ketentuan Qurban, Mendemonstrasikan tata cara Qurban, Menjelaskan tatacara haji, dan Mendemonstrasikan tata cara haji.” Penyusunan urutan kompetensi dasar perstandar kompetensi dasar di atas yang dimulai dari penjelasan secara verbal, kemudian baru ranah praktisnya adalah selaras dengan karakter dasar dari perkembangan agama anak yang masih bersifat, verbalized and ritualistic. Suatu karakter keagamaan yang ditunjukkan pada anak yang mula-mula tumbuh secara verbal atau ucapan. Kemudian, anak menghafal bacaan-bacaan tersebut, kemudian melakukannya dan membiasakannya. Jadi, dari segi urutan tujuan pembelajarannya, SK dan KD fiqih MI dalam contoh di atas adalah relevan dan tepat.
Dapat disimpulkan bahwa, kompetensi mata pelajaran fiqih nampak hanya berkaitan dengan ranah kognisi dan psikomotor, sedangkan ranah afeksi masih kurang tersentuh. Jika dalam mata pelajaran akidah-akhlak terdapat kompetensi, misalnya: “menghayati, terbiasa atau membiasakan, dan mencintai” itu termasuk ranah afeksi, maka sangatlah mungkin dalam mata pelajaran fiqih dimasukkan kompetensi afektif.

3.      PERBEDAAN ANTARA MI DENGAN SDI
Di Madrasah Ibtidaiyah (MI) materi fiqh dibuat dalam satu disiplin ilmu berdasarkan kurikulum departement agama. Sedangkan, di sekolah dasar islam (SDI), sebagian ada yang terpadu menjadi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan sebagian lagi ada yang disendirikan menjadi satu disiplin ilmu pada mata pelajaran fiqh, seperti halnya di MI.
            Dengan demikian, secara umum mata pelajaran di MI lebih banyak jika dibandingkan dengan di SDI.  Sehingga, dapat menguras tenaga siswa MI.

4.      KESIMPULAN
Pada dasarnya isi SK dan KD materi fiqih di madrasah ibtidaiyah adalah seperti acuan yang telah ditetapkan oleh Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 dan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 namun telah di-review dan dikembangkan oleh Departemen Agama. Namun secara substansial isinya tidak ada perbedaan.
Beberapa bagian dari SK dan KD fiqih MI berdasarkan beberapa analisis menurut perspektif psikologis maupun pedagogis ada nuansa tidak pada tempatnya. Maksudnya adalah SK dan KD mengandung materi yang bertentangan dengan realitas kebutuhan dan karakteristik perkembangan kejiwaan peserta didik.
Pengembangan SK dan KD fiqih MI pada dasarnya dikembangkan kepada indicator pencapaian hasil belajar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, media pembelajaran sampai kepada evaluasi pembelajaran yang didasarkan kepada pertimbangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis peserta didik di Madrasah Ibtidaiyah yang masih taraf anak-anak.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Winda's home